Thursday 3 May 2018

Eksistensi Psikologi Agama Dalam Menyikapi Cyber Crime di Kalangan Mahasiswa UIN SU

Eksistensi Psikologi Agama Dalam Menyikapi Cyber Crime
di Kalangan Mahasiswa UIN SU


Abstrak
Cyber ​​crime phenomenon currently makes the Internet media is not controlled anymore, so the need for supervision in its use. However, to monitor internet users is not easy. Especially for UIN students of Sumatera Utara. Cyber ​​crime can attack anyone, various kinds of cyber crime can be done, among others blasphemy, mutual humiliation, theft, robbery, and even can kill a person can also be done through cyberspace. Being evil is human nature, the crimes committed by modern-day humans are called cyber crime, through cyberspace everybody can do something, be it positive or negative impact, it just depends on how the use. The role of Religious Psychology in dealing with Cyber ​​Crime is very worth offered, let alone can be applied among students UIN North Sumatra Medan. Religious psychology is one methodology in addressing the phenomenon of cyber crime, because talking psychology with regard to the soul and psychic person, touch the soul can be easier to apply let alone among students. Psychological conditions of students are very vulnerable from the social phenomena that occur. Therefore, it is expected that Religious Psychology as a solution in dealing with the problems that occur among the students. Students now can not be separated from the virtual world. Through Psychology of Religious Students UIN North Sumatra more mature in addressing the virtual world and avoid cyber crime.
Kata Kunci: Eksistensi, Psikologi Agama, Cyber Crime
Pendahuluan
Dalam pandangan psikologi, manusia memiliki sifat eksploratif dan potensial, sebagai makhluk eksploratif dalam jiwa manusia terdapat kemampuan dasar untuk mengembangkan dirinya baik secara fisik maupun psikis, dan sebagai makhluk potensial disebabkan dalam diri manusia terdapat/tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan dalam hidupnya. Dalam kehidupan keagamaan integrasi antara sifat eksploratif dan potensial menimbulkan emosi atau perasaan dalam pada diri manusia sebagai sumber tingkah laku manusia. Justru itu keberadaan agama bagi manusia merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mengembangkan kedua unsur yang terdapat dalam diri individu. Dalam psikologi keberadaan agama merupakan tanggapan manusia terhadap Tuhan sebagai pencipta alam semesta atau sebagai Suatu Realitas Mutlak. Dengan agama manusia menyadari hakekat keberadaannya di dunia ini. Di samping itu agama menawarkan keselamatan dan ketenangan hidup bagi mereka yang melaksanakan, sebaliknya akan menghukum orang yang mengingkarinya, Disamping itu, keberadaan emosi keagamaan bagi seseorang dapat dijadikan sebagai standar keta’atan pelaksanaan agamanya.
Manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk religius senantiasa dipengaruhi oleh lingkungannya, manusia sebagai makhluk individu memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk mengadakan hubungan dengan manusia lain dalam bentuk kelompok-kelompok sosial, dengan hubungan itu terjadi interaksi sosial diantara anggota kelompok dalam masyarakat. Dalam Islam kehidupan masyarakat itu disebut dengan masyarakat Islam yaitu kelompok manusia yang hidupnya terjadi oleh kebudayaan Islam yang dilaksanakan oleh kelompok itu. Ringkasnya masyarakat Islam adalah kelompok-kelompok manusia yang kehidupannya berdasarkan pada kebudayaan Islam.
Fenomena cyber crime seperti gunung es yang suatu saat akan meletus. Ini terjadi ketika era telekomunikasi dan informasi sudah menguasai keseluruh penjuru dunia terkhusus di Indonesia. Masyarakat Indonesia mulai dari kota sampai kepelosok desa sudah tersentuh dengan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir seuruh warga Indonesia memiliki alat komunikasi yaitu HP.
Penggunaan Hand Phone bisa berdampak positif dan juga negatif tergantung penggunaannya saja. Kejahatan yang terjadi di era sekarang bukan saja ditimbulkan langsung oleh si pelaku kejahatan, akan terapi melalui telekomunikasi dan internet juga sudah mulai terjadi. Maka dari itu, untuk mengantisipasi kejahatan tersebut perlu ada counter dari diri maupun dari penyedia layanan fasilitas yaitu internet dan sebagainya.
Ketika terjadi kekacauan di dunia maya, maka harus ada peran dan eksistensi dari dorongan diri sendiri atau sering disebut dengan psikologi. Psikologi bisa dijadikan alat untuk mengcounter kejahatan yang diakibatkan oleh media internet dan telekomunikasi.
Saling hujat yang dilakukan oleh masyarat modern saat ini alat yang paling ampuh adalah melalui media telekomunikasi dan internet. Maka tidak heran, mulai dari issu sara yang terjadi pada pesta demokrasi di DKI Jakarta, dan hingga merembet keseluruh pelosok Indonesia.
Dalam psikologi agama, kesadaran agama (religious counsciosness) dan pengalaman agama (religious experience) sangat penting bagi manusia. Psikologi agama mempelajari dan meneliti pengaruh kepercayaan terhadap sikap dan tingkah laku atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Sedangkan kepribadian adalah organisasi dinamis daripada sistem psikophisik dalam diri individu yang turut menentukan cara-caranya yang khas dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan pisik maupun psikis, yang akhirnya membentuk kelompok atau masyarakat. Dalam Islam, kelompok keagamaan itu dikenal dengan masyarakat Islam yaitu: kelompok-kelompok manusia yang hidup berdasarkan keimanan, sebab iman kepada Allah Swt akan membentuk akhlak yang mulia dan kesadaran sosial yang tinggi. Selanjutnya akan melahirkan perilaku budaya dan kontrol sosial yang baik terhadap kehidupan masyarakat.
Mahasiswa UIN Sumtera Utara adalah bahagian dari pemakai dan pengguna internet, gejala-gejala sosial yang terjadi dimasyarakat sering membuat kalangan mahasiswa bingung dalam mengambil sikap. Hadirnya Psikologi Agama adalah suatu solusi yang tepat, karena yang terjadi pada masyarakat Modern adalah GEGANA (Gelisah dan Merana), gelisah dan merana adalah gejala psikis manusia yang diakibatkan oleh kondisi kejiwaan seseorang yang tidak bisa diatasi oleh dirinya sendiri. Solusi yang ditawarkan oleh Psikologi Agama adalah pendekatan Agama, bagaimana gejala-gejala psikis yang terjadi bisa diobati dan diterapis lewat agama yang dalam tasawuf disebut Maqamat dan Ahwal, yaitu: Taubat, syukur, sabar, ikhlas, ridho, zuhud, wara’, Qana’ah, Tawaqal, Tawadhu, Dzikir, Taqarrub, Khauf, Raja’, Muraqabah, Mujadalah, Istiqomah.
Eksistensi Psikologi Agama
Psikoanalisis disebut juga Dept psychology, yaitu mencari sebab-sebab prilaku manusia pada dinamika jauh dalam dirinya yaitu pada alam tak sadarnya. Bapak mazhab ini adalah Sigmund Freud, seorang neorolog yang hidup di Wina pada akhir abad kesembilan belas. Pada masa itu, ilmu kedokteran yang menyingkap sebab-sebab penyakit fisik dan mental masih sedikit. Penyakit yang banyak terjadi pada waktu itu adalah histeria yaitu penyakit yang menunjukkan masalah pisik tanpa ada sebab-sebab masalah pisik yang diketahui.. Untuk menghilangkan masalah histeria ini, Freud melakukan hipnotis. Dari penelitian Josef Breur terbukti bahwa metode hipnotis kurang efektif dan kemudian Freud mengembangkan metode psikoanalitik untuk menggali pengalaman masa lalunya.
Menurut Freud, Semua prilaku manusia, baik yang tampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Ada peristiwa mental yang disadari dan ada yang tidak, Tetapi mudah untuk diakses (preconcious), dan ada yang sulit diakses (unconcious) yang dinamakan alam tak sadar. Di sini terdapat dua struktur mental yang merupakan bagian terbesar gunung es yaitu Id sebagai reservoir energi psikis yang hanya memikirkan kesenangan. Di sini jugalah terdapat Super Ego sebagai reservoir nilai-nilai sosial yang diserap dari lingkungan masyarakat dan orang tua. Dipuncak gunung es terdapat Ego sebagai pengawas realitas.[1] Ego merupakan seperangkat mekanisme dan strategi untuk menghadapi hidup, yang digunakan diri untuk menemui dirinya.[2]
Tujuan psikoanalitis menurut Freud adalah mengurangi derita neurotis menjadi ketakbahagiaan bisaa. Carl Gustav mengkritik Freud karena penekanan yang berlebihan pada seksualitas dan agresifitas. Sebab ketaksadaran bukan hanya komponen instingtual sek dan agresifitas tetapi juga dimensi spiritualitas. Jiwa tidak hanya mengandung the personal unconscious, sebagai himpunan pengalaman pribadi, tetapi juga the collective unconscious sebagai simpanan pengalaman jutaan kehidupan manusia. The collective unconscious (ketaksadaran kolektiv) dilanjutkan dari generasi ke generasi melalui arketip (archetyps), yaitu bentuk dan citra universal yang terdapat pada mitos-mitos dari berbagai kebudayaan (akar-akar kepribadian).[3] The collective unconscious ini bagi Danah Zohar mengacu pada Dewa-dewa mitologi Yunani kuno sebagai arketip seperti anak Tuhan, ibu yang agung, ksatria, raja, ratu, orang tua yang bijak, tukang sihir dan sebagainya. Bagi umat Islam itulah Allah dengan asmaul husna-Nya.[4]
Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan istilah in hendak dikatakan oleh para eksistensialis bahwa eksistensi manusia seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan substansi-substansi, mekanisme-mekanisme, atau pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai sesuatu yang “mengada”.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang bersaha memahami kondisi manusia sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam situasi-situasi kongkret. Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh momen yang hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya, kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu organisme/alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia individu yang hidup sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan lingkungan dan habitatnya secara keseluruhan. Manusia (individu) tidak mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak mungkin ada tanpa ada individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling menciptakan atau mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling menciptakan (co-constitutionality), karena musia dengan dunianya memang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu, dan tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu kontekstual, oleh karena sebab itu tidak mungkin bisa memahami manusia tanpa memahami dunia tempat eksistensi manusia, melalui dunianyalah maka makna eksistensi tampak bagi dirinya dan orang lain. Sebaliknya individu memberi makna pada dunianya, tanpa diberi makna oleh individu maka dunia tidak ada sebagai dunia.
Psikologi eksistensial adalah ilmu pengetahuan empiris tentang eksistensi manusia yang menggunakan metode analisis fenomenologis. psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi.
Psikologi agama meneliti dan mempelajari kesadaran agama ( religious counsciosness) dan pengalaman agama (religious experience) manusia. Disamping itu psikologi agama mempelajari dan meneliti pengaruh kepercayaan terhadap sikap dan tingkah laku atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku seseorang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, sebab keyakinan itu termasuk kedalam konstruksi kepribadian. Maka keberadaan psikologi agama diharapkan untuk dapat mewarnai segala kegiatan manusia berfasarkan nilai-nilai agama. Sumber aktivitas keagamaan dalam psikologi berasal dari emosi, dalam konteks psikologi agama emosi adalah energi psikis sebagai pendorong atau penggerak manusia berkelakuan agama, sekaligus sumber aktivitas keagamaan manusia. Emosi keagamaan merupakan suatu keadaan jiwa yang menimbulkan getaran-getaran yang mendorong terjadinya dinamika kehidupan keberagamaan manusia. Sehingga emosi memiliki peranan penting dalam bersikap dan tindak keagamaan yang dilakukan seseorang. Tidak ada suatu sikap atau tindak keagamaan yang dapat difahami tanpa mengindahkan emosinya. Oleh sebab itu, dalam penelitian atau memperlajari perkembangan jiwa agama pada seseorang, perlu diperhatikan seluruh fungsi-fungsi jiwanya sebagai suatu kebulatan.
Dimensi Kehidupan Spritualitas Sebagai Counter Cyber Cryme
Kata “Psikologi” pada masa sekarang mengandung arti “psychology” yang berarti ilmu pengetahuan tentang jiwa. Dan psykologi spiritual Islam ini membahas keseluruhan alam rohani manusia yang luas dan batas-batas yang nyaris tidak terbatas. Menurut R.S Woorwoth dan D.G Marquis: psychology is the scientific studies of the individual activities relation to environment.[5] Sedangkan menurut Verbeek Psykologi adalah ilmu yang menyelidiki penghayatan dan perbuatan manusia dituju fungsinya bagi subyek. Menurut Bimo Walgito Psikologi merupakan ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah laku serta aktivitas-aktivitas dimana tingkah laku serta aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan.[6] Ilmu pikiran berkenaan dengan pemeriksaan instrument-instrumen mental yang merupakan perlengkapan manusia, sementara ilmu rohani lebih banyak mengkaji dan mendefinisikan kekuatan-kekuatan petunjuk yang menggerakkan instrument-instrumen jiwa.  Psikologi spiritual oleh para dokter jiwa Islam di bagi tiga bagian utama, dan jiwa-jiwa sebagai pusat energi yang hidup berdampingan dan masing-masing saling menembus dengan kadar tertentu yang saling mempengaruhi. Tiga pusat itu adalah nafs, yaitu nafsu atau diri yang egois, kedua qolb, hati atau diri yang cerdas, dan ketiga ruh, diri spiritual dan intuisional.[7]
Nafs dan ego adalah kekuatan yang mengikatkan kita pada kehidupan fisik, dan Nafs memiliki dua bidang aktivitas yaitu fisik dan mental. Nafs melahirkan ketamakan terhadap benda-benda dunia, kekikiran, kesukaan berperang, kekejaman, dan nafsu akan kekuatan dan kekuasaan. Qolb atau hati tidak berkenaan dengan fisik tapi hati berkenaan dengan inti dari jiwa yang sentralisasi sesuai dengan sentralitas hati dan tubuh manusia, Instrumen-Instrumen utama dari qolbu adalah fakultas – fakultas pikiran yang biasanya dianalisis oleh para psikolog, seperti akal, imajinasi,ingatan dan semua yang termasuk dalam alam pemikiran. Tapi qolbu tuan dari seluruh makhluk dengan segala segi, kualitas dan segala energinya dan pemimpin mereka yang harus diikuti apakah menuntun mereka kejalan surga atau kejalan keneraka. Qolbu mau menerima pengaruh ruh dan nafs dan ia punya kebebasan untuk menerima yang mana saja pengaruh yang dikehendakinya dan apapun bagiannya dan berdasarkan ini membentuk tujuannya dan dan kemudian dilaksanakan dalam perbuatannya. Dan ruh adalah penasehat alamiah dari qolbu dan penerangnya dengan cahaya ilmu dan kesucian.
Psikologi Agama
  1. taubat
  2. syukur
  3. sabar
  4. ikhlas
  5. ridho
  6. zuhud
  7. wara'
  8. qana'ah
  9. tawakal
  10. tawadhu
  11. zikir
  12. taqarrub
  13. khauf
  14. raja'
  15. muraqabah
  16. mujadalah
  17. istiqomah
  1. Sikap Mahasiswa UIN Sumatera Utara Terhadap Syber Crime melalui Psikologi Agama

    Dunia maya atau internet lebih digandrungi oleh kalangan mahasiswa, tidak ada yang tidak menggunakan internet di kalangan mahasiswa UIN Sumatera Utara. Menurut penelitian bahwa kecendurngan menggunakan internet bisa mengakibatkan menurunnya prestasi jika penggunaannya tidak tepat guna. Artinya, perli filterisasi dalam penggunaan internet. Kejahatan melalui internet mumbuat mahasiswa UIN Sumatera Utara tidak fokus pada pelajaran. Maka, di UIN Sumatera Utara melalui LKTQ (Lembaga Konsultasi Tawasuf Alquran) banyak menceritakan masalah psikis mereka. Sehingga pendekatan psikologi agama sangat diperlukan bagi penyelesaian problem mahasiswa.
    Masa remaja adalah cendrung mengalami gangguan jiwa atau disebut dalam Psikologi Agama yaitu konversi beragama. Ada masa titik jenuh beragama bagi mahasiswa UIN Sumatera Utara diakibatkan oleh Cyber crime. Bahaya besar yang diakibatkan cyber crime membuat jenuh beragama dikalangan mahasiswa UIN Sumatera Utara. Maka dari itu, pendekatan sufistik untuk penyelesainnya, karena sentuhan jiwa atau psikis jalan yang perlu ditempuh dalam penyelesaiannya.
    Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam (FUSI) adalah salah satu Fakultas yang ada di lingkungan UIN Sumatera Utara, FUSI adalah fakultas yang fokus kajian keislaman, kajian keagamaan secara mendasar. Maka, telah dibentuk lembaga yang khusus mengkaji gejala psikis seseorang yaitu lembaga konsultasi tasawuf qurani. Tujuan lembaga tersebut untuk membantu masyarakat UIN Sumatera Utara  dan masyarakat umum dalam mengatasi masalah psikis, mencari solusi tentang persoalan-persoalan mental, rohani dan keagamaan dengan pendekatan tasawuf, Alquran dan Hadis.
    Maka dari itu dengan keberadaan LKTQ, mahasiswa UIN Sumatera Utara dapat membentengi diri dari cyber crime. Dengan pendekatan psikologi Agama, mahasiswa UIN Sumatera Utara dapat menggunakan internet lebih kearah positif. Kendatipun tidak seratus persen berhasil dalam menyelesaikan psikis di kalangan mahasiswa UIN Sumatera Utara. Perubahan sikap mahasiswa itu terantung dari teman bermainnya, teman belajarnya, dan teman dekatnya. Jadi psikologi agama melalui LKTQ hanya sebagai media untuk membantu para mahasiswa yang mengalami gangguan psikis akibat dari cyber crime.

    Penutup
    Dari formulasi yang ditawarkan oleh Psikologi Agama melalui Psikologi sufi, maka cyber crime bisa di counter. Karena kuncinya ada pada  diri sendiri, semakin dekat dengan Tuhan, merasa selalu diawasi oleh Tuhan, secanggi apapun media teknologi tidak akan membuat orang menjadi rugi atau merugikan orang lain. Kejahatan terbaru yaitu menggunakan dunia maya, baik itu saling menghina, menghujat, bahkan melakukan penipuan. Orang yang melakukan kejahatan ternyata psikisnya terganggu. Baik itu disebabkan oleh dorongan luar maupun dari diri sendiri.
    Gejala sosial yang terjadi di kalangan mahasiswa UIN Sumatera Utara mudah teratasi dengan pendekatan Psikologi Agama, karena sentuhan hati dan jiwa yang dilakukan, maka dari itu kejahatan dunia maya atau sering disebut cyber crime bisa membentengi diri. Ketika pengguna internet dapat dikonsumsi oleh pemakai sebebas-bebasnya sehingga tidak ada batasan, oleh karena itu melalui pendekatan Psikologi Agama, mahasiswa UIN Sumatera Utara lebih berhati-hati dalam penggunaan internet dan dunia maya. Karena selain pendekatan kejiwaan dan juga penguatan dari Agama.
    Eksistensi Psikologi Agama adalah sebuah tawaran yang bagus bagi kalangan mahasiswa UIN Sumatera Utara. Karena sentuhan yang dilakukan melalui pendekatan jiwa dan penekanannya melalui Agama.
    DAFTAR BACAAN

    Abdullah bin Ali as-Sarraj at-Tusi, al-Luma’ fî Târîkh at-Tasawuf al-Islâmi, (Libanon: Dar Al-Qatab Al-Ilmiyah, 2007)
    Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progesif, 1984)
    Al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim
    Al-Khudhari, Muhammad bin Abdul Aziza, Hakekat sabar menurut al-qur’an, (Jakarta: Darul Haq, 2001)
    Al-Qusyairy al-Naisabury, Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi At-Tasawufi, terj. Mohammad Luqman Hakim dengan judul Risâlatul Qusyairiyyah: Induk Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000)
    Amin Syukur,  Zuhud di Abad Modern. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004)
    Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah Ditengah Reformasi Menuju Era Baru Dalam Memasuki Abad ke-21 H ), Makalah ( Bandung ; SMF IAIN Sunan Djati, 1999)
    Basri Iba Asghari, Solusi Alquran – Problematika Sosial, politik, dan Budaya,  Cet. I., Jakarta: Rinekea Cipta, 1994
    Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, ( Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1983)
    Buntje Harbunangin, Art & Jung: Seni Dalam Sorotan Psikologis Analitis Jung,(Jakarta: Antara Publishing, 2016)
    Dakir, Pengantar Psykologi Umum ( Yogyakarta: yayasan penerbitan FIP IKIP, 1973)
    Dr. Ja’far MA, Gerbang Tasawuf: Dimensi teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, (Medan: Perdana Publishing, 2016)
    Fazlur Rahman, Al-Islam, (Bandung: Mizan, 1993)
    Hadi Mutamam, Maqam-Maqam Sufi dalam Alqur’an, (Yogyakarta, Al-Manar: 2009)
    HAMKA, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990)
    Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset: 2002)
    Ibn Atha Allah, al-Hikam al-Athiyyah, ditashih, Syekh Fadhlalla Haeri, The Wisdom of Ibn 'Atha' Allah, diterj. Lisma Dyawati Fuaida, Al-Hikam Rampai Hikmah  Ibn 'Atha' Allah, (Jakarta: Serambi Ilmu, 2006)
    Ibnu al-Qayyim al-jauziyyah,Madarij al-Salikin bain Manazil Iyyal Na’bud wa Iyyak Nasta’in, (terj. Khatsur Sukardi), (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 1998)
    Ibnu Hajar Asqalani, Fathul Bahri, (Jakarta: Pustaka Syafi’i), Jilid. XI
    Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, Madarijus Salikin Baina Manazili Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in, (Beirut: Darul Fikr, 1989)
    Jalaluddin Rahmad, SQ: Psikologi dan Agama, (Bandung: Mizan, 2004)
    Jamal al-Din Muhammad ibn Mukarram al-Ansharî ibn Manzhûr, Lîsan al-Arab, juz I, Mesir : al-Mu’assȃsah al-Mishrîyah al-Ammah, t.th
    Jamaluddin Ahmad al Buny, Menelusuri Taman-Taman Mahabbah Shufiyah, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2002)
    K. Bertens, Psikoanalisis Sigmund Freud, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016)
    Laili Mansur, Ajaran dan Teladan Para Sufi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996)
    M. Khatib Quzwain, Mengenal Allah: Suatu Pengajian Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdul Samad Al-Palimbani, (Jakarta: Pustaka Bulan Bintang, t.t)
    Miswar, AKHLAK TASAWUF: Membangun Karakter Islam, (Perdana Publishing: 2016)
    Muhammad Syafei Anwar, Pemikiran dan Aksi-aksi Islam di Indonesia, (Jakarta : Paramadina, 1995), Cet. I
    Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syati’i, Pengembangan Masyarakat Islam DariIdeologi, Strategis Sampai Tradisi, Bandung : PT. Rosdakarya, Cet. I, 2001
    Rif’at, Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Jakarta: Amzah, 2011)
    Thowil Akhyar, The Secret Of Sufi Rahasia Para Sufi, ( Semarang:  Cv Asy Syifa, 1992)
    Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, ( Jakarta: Amzah, 2015)
    Wahid Bakhsh Rabbani, Sufisme Islam, (Jakarta, Sahara publisher, 2004)
    Yusuf Qordowi, Kayfa Nata Ma’a al-Qur’an fi al-Addin, ( Kairo : Dar al- Syuruq, 2000), Cet. IV


     

[1]Jalaluddin Rahmad, SQ: Psikologi dan Agama, (Bandung: Mizan, 2004), h. 45
[2]Ibid
[3] K. Bertens, Psikoanalisis Sigmund Freud, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 78.
[4]Ibid
[5]Dakir, Pengantar Psykologi Umum ( Yogyakarta: yayasan penerbitan FIP IKIP, 1973) h. 2
16Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, ( Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1983) h. 13
[7]Wahid Bakhsh Rabbani, Sufisme Islam, (Jakarta, Sahara publisher, 2004) h. 145

No comments:

Post a Comment